Kapitalisasi Media Massa

Kamis, 27 November 2008


Media massa sebagai salah satu pilar masyarakat modern, semakin memiliki peran dalam penanaman nilai-nilai terhadap masyarakat. Fakta empiris menunjukkan, objektifitas media massa merupakan hal yang nisbi, malah fakta berbicara bahwa setiap media massa, baik cetak maupun elektronik, mempunyai visi dan misi tersendiri yang mempengaruhi pemberitaan di media massa tersebut. Visi dan misi setiap media massa, yang tentu dibuat oleh pemilik media massa tersebut, acapkali terpengaruh oleh satu ideologi tertentu. Media massa kemudian dijadikan corong untuk menanamkan ideologi tersebut di masyarakat melalui pemberitaan atau wacana yang dikembangkan dari sudut pandang ideologi tersebut.

Menurut William L. Rivers dan kawan-kawan (Rivers, 2003) hubungan antara kondisi dunia dan media massa sangat erat dan saling mempengaruhi. Teori ini secara kasat mata dapat kita buktikan dengan melihat berbagai jenis media massa yang sekarang sedang menjamur. 10 televisi swasta nasional Indonesia semuanya menganut ideologi kapitalis sekuler, sama dengan ideologi yang sekarang sedang menguasai dunia. Tampak sekali kalau stasiun TV di Indonesia sangat terpengaruh dengan pola pikir Kapitalisme. Ini terlihat dari tayangan-tayangan yang hanya mementingkan pemasukan tanpa memikirkan dampak buruknya bagi masyarakat. Sinetron tak berkualitas dan sarat mistik, infotainment yang menjual hedonisme dan perceraian artis, bahkan berita yang menyajikan informasi yang tak berimbang menghiasi televisi kita dari pagi sampai malam hari.

Media cetak, yang bagi sebagian kalangan dianggap masih menyisakan idealisme, ternyata setali tiga uang. Walaupun media cetak lebih bersifat informatif dan sedikit sekali berisi hal-hal yang tak mutu, tetapi tetap saja pengaruh ideologi kapitalis sekuler sangat terasa. Hal ini sangat jelas terlihat dari hasil pemberitaan yang mereka informasikan atau opini yang mereka wacanakan yang hanya berasal dari sudut pandang tertentu yaitu kapitalisme sekuler. Sebagai contoh, dalam kasus terorisme Amrozi cs, media cetak, baik lokal maupun nasional bahkan internasional, secara serempak menuding Amrozi cs sebagai dalang Bom Bali I. Tak berimbang dengan informasi yang menunjukkan keanehan persidangan yang terjadi pada mereka maupun informasi yang menunjukkan bahwa banyak pakar yang tak percaya kalau Amrozi cs pelaku Bom Bali I sebenarnya. Contoh lain adalah dalam kasus Insiden Monas. Hampir semua media menunjuk Munarman dan Habib Riziq beserta FPI sebagai dalang insiden tersebut. Sesuatu yang sebenarnya lebih merupakan opini yang dihembuskan, bukan fakta.

Berbagai fakta diatas jelas menunjukkan kalau media bukanlah institusi yang bebas nilai. Media, seperti pendapat Rivers cs, dipengaruhi oleh kondisi dunia, yang sekarang didominasi oleh ideologi kapitalisme sekuler. Bahkan, lebih dari itu, media bukan hanya terpengaruh oleh kapitalisme sekuler, mereka juga merupakan salah satu ujung tombak dari ideologi tersebut. Peran media massa sekarang bahkan bisa dirasakan sebagai bagian terpenting dari penetrasi ideologi tersebut di tengah-tengah masyarakat. Daya jangkau media yang hampir meliputi seluruh wilayah dunia dan akses terhadap media yang begitu cepat didapatkan oleh masyarakat dunia termasuk Indonesia, menunjukkan begitu pentingnya peran media massa dalam penetrasi ideologi.

Hegemoni kapitalisme pada media massa tentu merupakan hal yang menyesakkan bagi setiap orang yang meyakini ideologi yang berbeda. Pemilik media massa yang mengusung kapitalisme dan sekularisme tentu tak akan memberikan kesempatan ideologi lain berwacana dengan bebas di media milik mereka. Paling banter, ideologi berbeda diberikan kesempatan berwacana tetapi kemudian langsung dibunuh melalui wacana lain yang bertentangan.

Ini sangat terlihat pada televisi yang fokus kepada berita. Wacana Syariah Islam diberikan kesempatan tampil di media mereka, tapi kemudian langsung diserang balik dengan kekuatan wacana yang lebih kuat dan waktu siar yang lebih banyak. Ini juga terjadi di media cetak dengan tidak berimbangnya berita yang ditayangkan. Insiden Monas, sebagai sebuah contoh, tak pernah diinformasikan secara komprehensif, misalnya tentang provokasi kalangan AKKBB terhadap massa Laskar Islam atau anggota AKKBB yang membawa senjata api tak pernah ditunjukkan secara jelas. Ini sangat wajar karena media tersebut dengan AKKBB merupakan pihak yang sama-sama menginginkan tertancap kuatnya ideologi kapitalis sekuler di tengah-tengah masyarakat.

Maka, bagi kalangan yang menginginkan berakhirnya hegemoni kapitalisme di dunia dan di Indonesia serta meyakini Islam sebagai sebuah ideologi yang akan memberikan keadilan dan kesejahteraan bagi umat manusia, tentu keberadaan banyak media yang pro ideologi Islam adalah sebuah keharusan. Jumlah media Islam dan media kapitalis yang berimbang tentu akan semakin meramaikan pertarungan ideologi dan masyarakat akan semakin mampu melihat ideologi mana yang pantas mereka jadikan pandangan hidup.

0 komentar:

Hizbut Tahrir Indonesia

INSISTS Official Site

Jurnal Ekonomi Ideologis

Buku Tamu


ShoutMix chat widget

  © Blogger template Nightingale by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP